Hai, apa kabarmu setelah delapan puluh satu hari perpisahan kita? Hmm. Jika aku boleh tahu bagaimana hari-harimu setelah kdzholiman yang kau buat untukku? Ah, terlalu sarkisme aku untuk bertanya hal itu. Bukankah ini masih suasana lebaran, masih bulan Syawal kan. Jika pertanyaanmu bagaimana aku tahu, jawabanku simpel karena kue-kue mentega di dalam toples cantikku belum habis dikunyah anak-anak.
Hai, kali ini izinkan aku menulis tentangmu lagi. Mungkin ini akan sedikit lebih panjang dari yang sebelum-sebelumnya, karena bisa saja setelah delapan puluh satu hari setelah hari ini aku tak ingin lagi menulis tentangmu.
Masih ingat dengan tulisanku tentang Empat Puluh Empat Hari Setelah Kamu Pergi, ya itu aku tulis ketika kita memasuki bulan Puasa. Sekarang sudah lebaran, sudah bulan maaf-maafan, bulan kawin kata orang. Jujur, jika saja ku turuti egoku hingga detik ini aku tak ingin memaafkanmu. Kau satu-satunya orang yang ku hindari untuk meminta maaf baik lisan maupun tulisan seperti yang sering dikirim orang-orang. Lebaran ini aku pun masih belum memafkanmu, entah sampai lebaran keberapa. Kembali jika saja itu akan terjadi jika aku menuruti egoku. Tapi lihat, meski aku tak mengucapkan permintaan maaf padamu, toh, tetap saja aku telah memaafkan.
Hai kau lelaki yang pergi begitu saja saat aku lagi cinta-cintanya. Kemarin-kemarin aku mendapat kabar yang mengatakan kau sedang di kotaku. Entah apa yang kau buat. Sungguh aku tak berniat untuk bertemu dan tak ingin menemukan dan ditemukan olehmu, biar saja kau di kotaku. Toh kotaku tak bersalah, yang salah adalah aku menghirup oksigen yang sama denganmu selama beberapa hari. Jujur aku tak menyukai itu.
Entah pikiran setan atau pikiran dari mana, tiba-tiba terbesit dalam otakku yang cerdas ini " Jika kau lelaki yang bertanggung jawab, yang Jantan dan dewasa, pasti kau akan ke rumahku, menemui orang tuaku, menyampaikan maaf dan mengembalikan aku meski kau tahu begitu terlukanya aku. Ya kasarnya kau pasti akan WALAIAKUMSALAM setalah beberapa tahun yang lalu kau datang izin kepada orang tuaku untuk mendekati dan menjalin hubungan denganku"
Dan, lihat kau tak datang bukan. Aku tak ingin menghakimi, tapi dengan pemikirinku yang lumayan cerdas saat ini kau bisa dibilang lelaki yang ah you know lah ya what i mean. Umur saja yang sudah kepala tiga kalau pemikiran dan tanggung jawab masih sama dengan anak-anak yang baru sarjana. Hai, jangan kau bilang dan pikir aku menjelek-jelekanmu, tanpa perlu ku lakukan semua orang sudah tahu sekarang siapa dan bagaimana kau. Kau yang memperlihatkan kepada dunia bukan. Aku tak menghinamu, tak bermaksud. Itu semua hanya pemikiranku saja,
Dan aku bersyukur semesta memang tidak mempertemukan kita meski kita berada dalam satu kota yang sama, dan sama-sama menghirup asap dan oksigen yang sama, kota yang dahulu kau caci karena panasnya. Aku bersyukur tak menjadi manusia yang bodoh lagi seperti dulu, berlari-lari dan merengek manja jika bandara memisahkan kita. Tidak, aku tidak seperti dulu lagi. Kau tidak mengenalku yang sekarang.
Suatu
hari nanti akan ada masanya untukmu menyadari bahwa kau tidak akan menemukan
sosok seperti aku pada diri orang lain. Suatu hari nanti meski kau
tidak merindukanku, tapi kau pasti akan merindukan kenangan tentangku
yang selalu menjadi penyebab kau tersenyum. Pergi menjauh? Ahh, gampang
untukku. Melupakan kenangan tentangku? Nah, itu yang susah kau lakukan.
Hai sudah puas kau membaca tulisanku yang di atas, ya itu aku yang menulis. Aku sebagai aku yang masih menangis tiap malam karena tingkahmu, aku yang menangis karena masih melihat bayangmu sebelum tidur.
Sekarang kau akan membaca tulisanku, aku sebagai aku yang telah mengikhlaskanmu telah mengikhlaskan kejahatanmu. Aku yang tak akan pernah membencimu lagi, aku yang telah 'berhijrah' kata orang, aku yang selama puasa meminta keadilan pada Tuhan atas ini semua.
Hai, apa kabarmu? Ini aku perempuan yang dulu pernah kau cintai, perempuan yang ku rasa fotonya masih kau simpan.
Jika kau bertanya padaku tentang kabarku, maka jawabanku aku luar biasa. Tuhan telah mengirimkan banyak malaikat tak bersayap untuk menghiburku dan perlahan menghilangkan sakit dna benci yang ada di hatiku. Aku bersyukur Tuhan menghiburku dengan kalam-kalamnya. Aku bersyukur Tuhan menyadarkanku pada bulan Suci bahwa tak baik terlalu mendamba lebih baik menjadi dambaan.
Hai, bagaimana dengan proses pernikahanmu, ku doakan semoga itu lancar. Sudah tak perlu curiga padaku, kali ini aku tak mendoakan keburukan atasmu tak pula menyumpah seperti yang ku lakukan padamu saat terakhir kita bertemu. Aku mendoakanmu tulus. Tak usah takut, dan jangan curiga, aku mendoakanmu sebagai sesama insan Tuhan yang mendengar kabar saudaranya akan menyempurnakan setengah dari iman dan ihsannya.
Kemarin, masih saja ada orang yang mengirimkan fotomu dengannya kepadaku. Ku lihat senyummu begitu indah, bahkan melebihi senyum yang dulu kau berikan untukku. Ku rasa kau cukup bahagia bukan.
Kau tahu, memaafkanmu saat ini menjadikan hidupku jauh lebih ringan, dan jujur, jauh lebih terasa menyenangkan jika aku melihat kau bahagia ya meski bahagiamu hidup dengannya 'dengan perempuan itu'. Aku senang teramat senang, kau sudah jauh lebih bahagia dari sebelumnya.
Jika kau bertanya dan berpikir tentangku, aku disini baik-baik saja. ya meski aku belum dapat menyandarkan dan menemukan tambatan hati seperti dirimu. Karena kau tahu aku percaya Tuhan telah menyiapkan bahagiaku dengan cara dan waktu yang sangat luar biasa dan tepat. Tuhan akan membuatku tersenyum jauh lebih lebar hingga aku lupa cara menutup mulut, Tuhan akan bikin aku tertawa hingga lupa caranta berhenti, Tuhan akan bikin aku bahagia sampai aku lupa apa itu sedih. Dan aku percaya tangan Tuhan pasti bekerja untukku.
Dulu melupakanmu adalah hal yang sangat sulit dan ku anggap itu sangat mustahil, sama seperti keputusanku untuk mengakhiri hubungan yang jelas kau duakan, sama seperti keinginanku untuk berhenti menyanyangimu. Dan sama seperti berhenti menyebut namamu dalam tiap doa-doa panjang malamku. Aku perempuan yang lebih bayak memakai perasaan daripada logika, saat aku berjalan dan berdiri pada satu titik tempat yang di dalamnya ada bekas-bekasmu, kenangan itu masih saja datang hadir dna menghantui disana dan aku pun berharap bisa mengulangi cerita dan kenangan itu bersamamu lagi dan lagi. Namun segera aku ingat dan kembali tersadar, sadar akan sakit yang pernah kau berikan, dengan luka yang kau tinggal dan membekas di sudut tempa yang ku sebut hati, dan aku kembali sadar jika aku kembali mengingatmu adalah suatu kesia-siaan yang semakin lama akan menyesakkan. Bila melupakanmu adalah yang tak mungkin ku lakukan. Maka memendam dirimu dengan cinta yang baru adalah hal yang paling masuk akal yang akan aku lakukan, adalah kemungkinan terbaik. Dengan cinta yang lebih indah darimu dengan cinta-NYA.
Seusai janjiku padamu delapan puluh satu hari yang lalu, ketika kita berakhir maka aku takkan memaksamu untuk tinggal. Jika sekarang kau bertanya mengapa. Maka kau harus tahu, adalah kebodohan semata memaksakan orang yang kita sayang untuk bersama kita sementara diaa sudah jengah dan tak nyaman berada di sisi kita. Itulah alasanku untuk tidak memaksa dan megaharapkan kau kembali. Dan Sesuai janjiku padamu bukan, setelah kau pergi aku tidak akan pernah menggangumu lagi untuk selamanya.
Sekarang aku sudah lepas, lepas melepas semua kenangan kita. Rela melihat kau bahagia mengikat janji dan mimpi pernikahan dengannya perempuanmu yang baru. Jika kau bahagia di sana, maka aku bisa apa.
Sekarang aku sudah tak mendoakan keburukan atasmu lagi. Sekarang aku hanya bisa mendoakan kau untuk terus hidup agar kau bisa melihatku bahagia dan tertawa tanpa satu kebohongan yang dulu begitu menyakitkan darimu. Belakangan ini aku belajar bahwa bergulung dengan rasa sakit dan pergi meninggalkan cinta yang sepantasnya untuk ditinggalkan dan mengizinkan cinta perih dan berhenti berlabuh dari hatimu adalah hal yang harusnya aku terpakan delapan puluh satu hari yang lalu.
Terima kasih setidaknya kau pernah hadir dan menyapa, terima kasih kau pernah mengajariku apa itu arti memberi dan menerima,apa itu nafsu dan sayang, apa itu obsesi dan cinta. Terima kasih perna menuai cerita walau harus terpisah. Terima kasih telah membuka mataku mana yang jujur dan bohong belaka. Terima kasih pernah ada dan pergi. Terima Kasih.