Ketika Semua Memang Harus Berakhir

Sebulan sudah kejadian itu menghantamku, kejadian yang tak mungkin pernah ku lupa. Kau yang begitu ku banggakan, yang dengan segenap hati aku curahkan seluruh cinta tega mengakhirinya. Sesak dada tak jua hilang, bahkan setelah sebulan. Senyumku tak pernah kembali utuh, tawaku tak pernah lepas. Air mata menjadi teman setia hampir di setiap harinya. Kau lelaki yang begitu ku percaya dengan teganya menghilangkan ceriaku. Kini aku bahkan tak mengenal siapa aku.

Perempuan mana yang tak sakit hatinya melihat sebuah bukti yang dengan jelas mengumbarkan sebuah kemesraan yang seharusnya itu hanya milik kita. Aku bukan perempuan yang kuat, melihat kau dengannya berbahagia. Tiadakah kau berpikir sedikit saja tentang aku kala itu, tidakkah kau ingat tentang semua kenangan yang susah payah kita tuliskan dalam kisah cinta kita. Kau yang seharusnya membimbing kini menghilang.

Berat langkah kakiku untuk berjalan menapaki setiap jalan-jalan kehidupan. Aku lemah.
Cerita kita begitu membekas, entah dengan cara apa aku harus menghapusnya.
Ingin ku tuangkan semua yang terjadi ke dalam sebuah tulisan, namun jari-jariku terlalu kaku untuk menulis.
Tiada pernah mengering air mataku kala menyendiri, kala mengenangmu dan semua tentang kita. Aku tak sanggup. Aku tak bisa berdusta, dulu semua itu begitu indah.

Tiada ku sangka, hari terakhir kita bertemu adalah hari penuh dengan dusta. Jika saja aku bisa berkata jujur, malam itu ingin rasanya aku memelukmu kembali dan mengatakan betapa aku merindukanmu. Ingin ku berikan kau kesempatan ke dua. Tiada ku sangka, asaku malam itu haya tinggal harap yang tiada terkabul.

Malam itu ingin aku memaafkanmu, menerimamu walau kesalahan yang kau buat begitu menyakitkan. Jujur bagiku tiada yang bisa menggatikanmu. Tapi berulang ku katakan, itu hanya harapku. Kau bukan lagi orang yang ku kenal. Kau berbeda. Entah sejak kapan, aku tak lagi mengenalmu.

Malam itu malam terkahir kita bertemu, 31 April 2017. Sebuah tanggal di kalender yang akan selalu ku ingat. Malam perpisahan kita tanpa saling menatap. (ah, jika saja kau tahu alasanku tak menatap)
Malam itu di tempat pertama kali kau menyatakan cinta menjadi tempat pertama kali pula kau berdusata, menjadi tempat perpisahan kita.

Aku hilang arah, ketika kau mengatakan hal yang lain, sementara orang lain mengatakan hal yang lain pula. Hai, mengapa kalian, dua orang yang paling ku cinta tega mendusta, berbohong dan menusukku begitu tajam. Aku jatuh sejatuh-jatuhnya, aku hancur, bahkan aku bisa dibilang gila. Tak tahu siapa yang bisa ku percaya!

Aku terluka.

Sebulan sudah setelah bukti itu ada, 14 hari sudah ketika kita resmi berpisah. Masih saja aku menangisimu, bahkan ketika menulis seperti saat ini.
Empat belas hari sudah, dan ku lihat kau berbahagia dengan hidupmu sekarang.
Empat belas hari sudah aku berpikir keras tentang seluruh kesalahan yang mungkin pernah ku lakukan hingga kau dengan begitu mudahnya pergi.
Empat belas hari sudah, dan kau sudah memberi tahukan dunia bahwa kau sudah punya yang baru.
Sementara aku,
Empat belas hari empat belas malam berdo'a agar kau diberikan hidayah, diberikan keselamatan, dan diingatkan tentang aku walau sedikit saja. Ah, masih saja aku mendo'akanmu.
Empat belas hari dan aku masih menangis ketika kembali teringat kenangan itu.

Disana ku lihat kamu tetap baik-baik saja, seolah semua yang terjadi di antara kita bukan hal yang penting.
Betapa mudah bagimu melupakan kita, yang bagiku itu merupakan hal terindah.
Kau bermain-main dengan hidupmu yang baru,
Kamu tidak mau tahu, apa aku masih kuat saat hatiku kau buat terlalu patah.
Aku benci denganmu
Kau telah berhasil mematahkan hatiku, membuatnya tak pernah utuh lagi.
Kau, ah aku tak tahu lagi harus berkata apa. Aku takut.
Takut ketika kata-kataku menjadikan aku sama seperti dia di masa lalumu.
Kau, wajahmu masih sering muncul di kepalaku bahkan saat aku menutup mata.
Andai aku tahu akhir kisah kita, andai aku bisa memutar waktu takkan aku mau mengenalmu. Takkan aku memintamu pada Tuhanku. Takkan ku katakan pada dunia kau yang ku mau, lelaki sepertimu yang ku ingin.

Beri tahuku caramu melupakanku, agar ku lakukan dan melupakan serta membuangmu di memoriku otakku. 

Sesak. Sakit. Terluka. Marah. Benci.
Aku tak sehebatmu dalam perkara melupakan, Tidak bisa bagiku secepat itu merelakan.
Namun aku coba untuk membunuh semua hal tentangmu.
Hanya saja aku butuh waktu, semuanya memang tidak mudah bagiku.
Kau sudah membuang sesuatu yang ku namai cinta dan rindu,
berat langkah kaki ini saat kau memintaku untuk pergi,
apa ini caramu menepati janji-janji,
bagian mana dari diriku yang membuatmu pergi dan meragukanku.
Bisakah kau beri penjelasan, meski akhirnya hati dan perasaanku tetap saja kau tandasakan
Bisakah kau mencoba mengajarkan cara memahami bagaiaman menerima perasaan tetap sama
saat oarang yang kita cintai pergi
Itulah yang kini kurasakan, lalu bagaimana dengan perasaanmu?
Jujur, saat ini aku berada di titik paling membencimu, ku akui aku belum ikhlas melepasmu, dan itu yang paling ku benci. Karena, aku pernah begitu tenggelam dalam keadaan sangat mencintaimu.

Masih saja namamu tetap terucap di tiap do'aku. Tetap saja aku mendo'akan keselamatan akanmu, kebahagian atasmu, dan jauhnya karma darimu. Tapi salahkah aku jika ada sedikit kata dalam hati yang mengingkan kau untuk merasakan sakit yang sama. 

0 comments:

Post a Comment

Bloggerperempuan

Blogger Perempuan
 
Catatan Si Butet Blog Design by Ipietoon