Kita harus bicara

Mendiamkan adalah sebuah hukuman yang paling menyakitkan, hampir dua minggu kau mendiamkanku sejak kejadian yang membuatku malu dan lemas. Kau di mana saat ini Bang?
Saat ini aku merindukanmu, saat ini aku membutuhkan semangatmu, saat ini aku ingin bersama.
Mungkinkah kau juga merasakan hal yang sama.

Malam ini aku lihat bulan, ia sendirian. Sama halnya denganku malam ini sunyi. Sepi ku rasa Bang saat ini, ah kalau saja kau di sini.

Terkadang aku memikirkan yang mereka katakan sudah putuskan saja kau berhak mendapatkan yang lebih baik ingin saja bibir ini mengucapkan hal demikian namun nurani berkata tidak. Entah kenapa aku masih saja ingin mempertahankanmu. Tersiksa, ia aku tersiksa dengan setiap sikap yang kau berikan.  Kau sering mendiamkanku, tak memberikan kabar sama sekali, kau pun sering pula meyiksaku dengan rindu ini, ingin memang membenci sangat ingin. Dan lagi-lagi aku sulit membenci.

Sekarang baca ini baik-baik Sayang, ketika kau butuh aku, ketika kau merindukanku pernahkah aku menolakmu datang? Pernahkah aku mengacuhkanku? Akulah orang yang terdepan saat kau terpuruk, saat kau butuh aku, aku selalu ada. Saat kau rindu akanku aku lah yang merentangkan tangan memelukmu erat agar hilang rindumu. Lalu dimana kau sekarang Sayang?

Sekarang ini sulit untukku memilih, haruskah aku menunggumu entah untuk berapa lama lagi, atau haruskah aku merelakanmu.Seolah aku sekarang ada di satu persimpangan jalan yang sulit ku pilih. Jujur saja ada tidak adanya dirimu sebenarnya tak mengapa toh hidup juga pasti akan terus berjalan. Namun ada yang hilang, separuh diriku.

Tegakah kau membuatku menangis, tegakah kau membuatku teriris, tegakah kau melukaiku dengan sikapmu ini?


Kau tahu Bang, sakit rasanya setiap kita ataupun kau ada masalah selalu saja kau menerapkan metode yang sama yakni "menghilang"( bosan aku melihatnya) tak tahukah itu merupakan sifat kekanak-kanakan yang kau punya. Bukankah kau sudah datang ke rumah. Bukankah kau telah berjanji pada orang tuaku untuk menjagaku, menggantikan posisi mereka di sini, bukankah kau sudah meminta izin atas hidupku. Kalau kau terus begini bagaimana kehidupan kita di masa depan, cobalah pikirkan sikapmu ini.

Seharusnya Bang, saat-saat aku terpuruk seperti ini kau ada, aku tak menyalahkan atas alasan yang kau buat untuk menghilang menyuruhku fokus pada tugas akhirku. Namun cobaah berfikir rasional dan cobalah berfikir jika kau ada di posisiku. Seharusnya kau yang menguatkanku, kau yang mendukungku. membantuku, membuatku lebih sabar, lebih dewasa, lebih berani. Bukan menghilang lalu menambah beban pikiranku. Bukankah aku pernah bilang jangan sengaja menghilang agara aku cari, aku pun punya harga diri Sayang. Aku pun wanita berpendidikan. Tugasku bukan hanya mencarimu, aku tak akan mengemis perhatianmu dengan cara membuat diri ini lemah. Aku memang cenggeng, memang lemah, tapi itu memang kelemahanku sesungguhnya bukan sengaja ku buat-buat.
Pahami aku Bang....

Kalau kau datang hanya di saat aku sudah senang, sudah sukses, apa jadinya tolak ukurku untuk menjadikanmu imamku. Datanglah tak inginkah kau bicara denganku lagi? Datanglah tak rindukah kau padaku? Mau sampai kapan kau akan begini, bersikeras dengan sikap "anak-anak"mu ini?

Sekarang biarkan aku yang meneruskan permainanmu ini, lelah aku jika hanya aku saja yang berharap padamu. Kini biar ku lihat seberapa kuat kau untuk menghilang dariku. Aku akan melanjutkan permainanmu. Kau diam dan aku diam. Puas....

Jika itu maumu aku turuti, namun jika kau lelaki yang benar-benar mencintaiku ku tunggu kau di depan pintu. Kita harus bicara

Pergilah; Jika rumah yang kau tuju bukanlah aku


Cinta adalah sepasang sayap yang akan membawamu terbang; menemukan rumah untuk pulang
—————————————————–
Kepada seseorang yang (mungkin) masih mencintaiku.
Duduklah di dekatku sebentar, ada yang ingin aku bicarakan. Tenanglah, aku tidak akan bercerita tentang seberapa aku mencintaimu. Tidak.
Dengarlah, jika mencintaiku menjadi sulit buatmu maka berhentilah, sebab aku tidak ingin membuatmu merasa seolah mencintaiku namun selebihnya engkau berduka.
Jika di dekatku langkahmu terasa berat, maka menjauhlah, aku tidak ingin menjadi penahan kebahagian yang kau impikan.
Aku tidak ingin menjadi pemberat bagi air di ujung matamu. Pergilah sejauh yang mampu kau lakukan, hingga aku tak lagi nampak dan menyesakkan dadamu.
Aku tidak ingin meminta kau mencintaiku, menemaniku dan menghabiskan harimu bersamaku, aku hanya ingin kau tertawa, berbahagia dan berbagi cerita dengan seseorang yang engkau cintai (meski itu bukan aku).
Melangkahlahlah, bila rumah yang kau tuju itu bukanlah aku.
Namun, jangan pernah memintaku berhenti mencintaimu. Aku tidak mampu dan tidak akan pernah sanggup.
Aku tak mampu pergi meninggalkanmu, melangkahkan kaki menjauh darimu, sebab aku tak akan pernah melihat siapapun di depan mataku. Maka kuijinkan kau yang menjauh agar ketika kau pergi aku masih bisa menatap punggungmu, meski kian lama kian samar.
Samar oleh jarak yang kian jauh dan air mata yang jatuh.

Betapa Luar Biasanya Tuhan tatkala menciptakan hati.



Hati bagai bermuatan seribu alam semesta
Dindingnya keremangan
 
Kalau kau keliru menyapa
Ia berlagak jadi seonggokan batu
 
Kepala negara hingga kuli mengincarnya
Menjebak dan mencuri hidupmu
 
Namun betapa ajaib sesudah siuman
Kau percaya lagi
 
Betapa Tuhan serasa hati ini
Dicacah dilukai berulangkali
 
Berdarah-darah dan mati beribu kali
Namun, Esok ia tetap akan terbit menjadi matahari

Mendung


Tak terasa sudah tahun ketiga aku menetep di kota ini.
Kota dimana ku bentangkan hamparan masa depan.
Kota dimana ku dapatkan kepingan hati harapan.
Kota dimana ku temukan arti ba
ru akan persahabatan dan kebersamaan.

Ya di kota itu....
Kota yang panas sekaligus sejuk.
Panas karna memang matahari berlabuh di
sini
Panas karna perilaku segelintir manusia yang terserang penyakit WAHN
Sejuk karna disana tertinggal sahabat2 istimewa
Sejuk karna disana ku temukan makna baru akan agama, kasih, cinta, moral, dan logika


Medan, 03 Januari 2016

See

" Tesisnya masih rumit ya sayang? Tidur gih, udah malam. Kantong mata kamu udah semakin kelihatan, besok disambung lagi ya. Malam adek, i love you" ah Bang, kau selalu menyemangatiku dengan caramu.

Selesai sudah mengobrak-abrik tesis ini, markidur (mari kita tidur :D), dan eng ing eng handpone berbunyi, Ibu negera nelpon. Tengah malam gini, kenapa ya??

Mamak : Belum tidur?
Aku : baru mau. Kenapa mak?
Mamak : Udah gimana sama Abang, udah ketemu? Ga papa nanya Abang aja, udah gimana? mamak rindu sama kalian.
Aku : iya, sabar ya, tar kami pulang bawa keluarga di sini. Udah ketemu, udah ngobrol, udah terobati rindunya.
Mamak : ya udah, salam sama dia.

See bang, mamak ku saja merindukanmu apa lagi anaknya. I love you abundantly honey.


Sehangat bandrek itu sayang!

Semesta memang menciptakan kita untuk satu. Kerinduan yang kian membucah telah disampaikan oleh bisik angin malam, kedatanganmu yang tiba-tiba memberi hangat di dada. Seperti ini sayang, seperti ini yang aku mau. Rindu berbicara meski bibir kita saling diam.

Tiga minggu sudah kita terpisahkan oleh kesibukan masing-masing, satu kota memang namun sangat sulit untuk bertemu dan bertamu. Malam itu enggan rasanya senyumku hilang, pelukan hangatmu masih saja terasa meski kita sudah kembali dipisahkan oleh sebuah keharusan. 
Malam itu kau menegaskan kembali betapa rindunya kau padaku lewat tatapa
n mata dan sentuhan jemari. Aku pun begitu Bang, lebih dari tiga minggu kita tak bertatap muka membuatku merindukanmu. Kita banyak bercerita ditemani secangkir bandrek yang menambah hangatnya suasana malam di kota Bika Ambon ini.

Kau bercerita mengapa sangat sulit untuk ditemui, kau bilang kau takut untuk memberitahukan padaku, takut aku tak meridhoi dan melupakanmu. Tidak sayang, aku dukung segela mimpimu. Aku mengenalmu, aku tahu sungguh obsesi dan khayalan gilamu tentang negeri bombay itu. Pergilah, tiga bulan hanya waktu yang sebentar bagi kita. Aku tidak marah, justru aku akan mendo'akan mu terus dan berulang, semoga semua mimpimu terwujud dan kelak kau akan membawaku menyusuri mimpi-mimpimu yang lain. Berdua denganku, menghasbikan sisa hidupmu untukku.

Terima kasih sayang, setidaknya rindu ini sedikit terobati.  Malam itu sungguh hangat, segelas bandrek dan pelukan rindu telah banyak bercerita meski bibir kita hanya mengungkapkan sehasta kata.

Bloggerperempuan

Blogger Perempuan
 
Catatan Si Butet Blog Design by Ipietoon